Guru Drona menolaknya menjadi murid...
Tetapi, panahnya melasat melebihi panahku...
Orang mengatakan,
Akulah murid terbaik Guru Drona,
Aku terkenal sebagai Penengah Pandawa, Arjuna...
Arjuna muda,
Masih harus banyak belajar dari kesalahannya...
Hingga kelak dunia mengenalku, sebagai
Lelananging Jagad (Lelakinya Dunia),
'tak semudah yang mereka kira,
bagaimana perjalananku bangkit
dari jurang² yang menjatuhkanku bertubi-tubi...
Salah satunya adalah kisahku dengan Ekalaya...
Seorang pemuda bersahaja,
dari bangsa pemburu...
Kasta rendahan
yang hidup dan matinya
telah mempermalukanku...
Di sebuah padang ilalang...
Aku temukan ia...
Setelah berhasil mengejutkanku,
Ternyata panahnya lah
yang lebih dulu mengenai rusa, buruanku
Aku penasaran, siapa dia...?
Dari mana ia belajar memanah seperti itu...?
dan ia mengaku mempelajarinya sendiri...
"Engkau membawa panahmu dengan beban tanggung jawabmu sebagai kesatria... Tetapi aku membawa panahku hanya untuk berburu, mencukupi kebutuhanku dan keluargaku..."
Kata-katanya telah membuatku tidak nyaman...
Aku ajak saja dia bertanding...
Tetapi selalu,
panahnya lebih tepat dan lebih cepat dari panahku...
Melihat cara dia memanah,
Bagaimana ia melihat sasaran, bagaimana ia membidik,
Sarat mirip dengan caraku...
Memanah tidak melalui indera mata, tetapi dari hatinya..
(Manah - bahasa jawa - berati Hati)
Dari mana ia belajar?
Aku tanyakan sekali lagi...
Ia menjawab, "mungkin ini karena baktikku kepada Guru Drona"...
Mendengar jawabnya, aku segera mengadu kepada Guruku, Drona...
"Bagaimana bisa engkau memiliki murid selain kami? Bukankah engkau telah bersumpah untuk tidak menerima murid selain keturunan Baratha, yaitu kami, Pandawa dan Kurawa."
Aku sangat iri dan cemburu melihat Ekalaya...
Apalagi setelah tau ia belajar pada guru yang sama...
Drona, sebagai Guru besar negara Astina,
tidak mau jika orang lain tau ia melanggar sumpahnya,
Ia ingat tentang Ekalaya yang pernah ditolaknya sebagai murid...
Didatangi lah Ekalaya,
"Berani-beraninya kamu mengaku sebagai muridku?
Tidaklah kamu tau,
Apa konsekuensinya jika seseorang mengaku menjadi murid?"
"Saya tahu, ia harus menuruti perintah gurunya".
"Aku melihatmu memanah dengan hatimu, maka busurmu itu sudah tidak berguna lagi, bagaimana jika busur itu aku ambil".
"Baiklah, ambilkah busurku".
Drona hendak menguji Ekalaya. Maka ia meninggikan kadar permintaannya.
"Jika hanya busur, kamu bisa membuatnya lagi. Kamu memanah melalui jarimu, bagaimana jika ibu jarimu aku minta."
Sebelum Drona melanjutkan kata-katanya, Ekalaya sudah memotong ibu jarinya dan diserahkan kepada Drona.
Drona terkejut, ia hanya hendak menakar Ekalaya, tapi dirinya sendirilah yang tertakar oleh Ekalaya...
Aku terdiam, aku bingung, salting dan 'tak tau harus bagaimana...
Jika aku tidak mengadu, ini 'tak akan sampai terjadi...
Baru aku tau ternyata Ekalaya hanya belajar dari patung yang ia buat menyerupai guruku...
"Maafkan aku Arjuna, kamu harus menyaksikan peristiwa seperti ini."
Dengan keadaan seperti itu pun, Ekalaya masih membuatku malu...
"Arjuna, ibu jari kiriku sudah tidak ada, kalau kau ingin mengajakku bertanding silakan, kamu yang memilih sasarannya..."
Aku iyakan saja ajakanya, karena aku 'tak tau harus berbuat apa...
Setiap sasaran yang aku sebutkan, panah Ekalaya masih saja lebih cepat dan tepat dari panahku...
Sialan, kurang ajar sekali Ekalaya, aku lebih baik mati dari pada dipermalukan seperti ini....
Aku putus asa, aku bidik jantung Ekalaya...
"Panahmu selalu lebih cepat, sekarang bidiklah aku..."
Ekalaya hanya tersenyum,
aku ketakutan, gugup, aku lepaskan saja panahku...
Tepat di jantung Ekalaya...
ia mati, karena aku...
Aku bener² 'tak menyangka, Ekalaya tidak melepaskan panahnya kepadaku, berniat pun tidak...
Duniaku runtuh waktu itu.
Kesatria macam apa aku ini.
Membunuh orang yang tidak sedikitpun berniat membunuhku.
Ketika Ekalaya hidup, ia sudah mempermalukan ku..
Bagaimana ia mati pun jauh lebih mempermalukanku...
"Aku hanya lelaki biasa, mungkin jauh lebih buruk dari yang ku rasa."
~ Arjuna
20.11
21 08 2020