------------------------------------------------------------------- @masben
Subut namaku Drona,
Ada yang memanggilku Durna
Aku terlahir dari birahi Resi Baratwaja
yang 'tak mampu menahan hasratnya
Ketika bidadari turun di sendang yang dilewatinya waktu itu.
Benih birahi yang keluar disimpanya di dalam kendi yang dibawanya,
Lalu lahirlah aku,
dari situ namaku diambil.
Drona yang berarti kendi.
Masa kecil dan mudaku
Ku habiskan belajar kitab suci,
ilmu keprajuritan, dan segala pengetahuan
sebagaimana para brahmana mempelajarinya.
Aku belajar dari Ayahandaku.
Bersama sahabatku, putra mahkota Pancala, Drupada.
Kedekatan kami membuatnya berjanji,
Dia akan memberikan separuh kerajaan pancala kepadaku...
Setelah ia menjadi Raja...
Setelah pendidikan berakhir,
Kami terpisahkan
Mengarungi nasib masing-masing...
Ternyata nasib 'tak berpihak kepadaku...
Membelikan susu untuk anakku Aswatama saja aku tidak mampu...
Istriku Kripa, membuatkanya tajin untuk meredakan tangisnya,
Tapi malah hinaan dari tetangga yang aku dapatkan...
Aku 'tak tahan dengan sikap mereka
yang 'tak menghargai pengetahuan Weda yang ada padaku...
Lalu,
Aku teringat pada sahabatku, Drupada...
Kabar yang aku dengar ia telah menjadi Raja...
Aku bertekat menemuinya dan menagih janjinya...
Semua demi kesejahteraan anak istriku.. .
Sesampainya di Pancala,
Bukan sambutan hangat penuh rindu dari sahabat lama yang ku dapat,
Tetapi malah hinaan dan perlakuan bak pengemis yang ia layangkan padaku...
Betapa hancurnya hatiku,
jangankan menepati janjinya,
Mengakuiku sebagai sahabat lamanya pun ia tidak sudi...
Aku diusir...
Seiring dendam yang telah tumbuh tersirami sakit hatiku pada Drupada...
Aku sampai di Negeri Astinapura...
Aku melihat para putra kerajaan sedang kesusahan mengambil bola yang masuk ke dalam sumur,
Ah, ini kesempatanku menunjukkan pengetahuan dan kesaktianku,
Aku keluarkan bola dari sumur yang dalam itu,
Beruntungnya aku, Bisma mempromosikan aku sebagai Mahaguru,
yang akan menggembleng para putra-putra kerajaan...
Akhirnya anak istriku bisa merasakan sedikit keteduhan dan kesegaran Negeri Astina,
Terlebih Aswatama, ia 'tak perlu lagi merengek minta susu, yang sebelumnya 'tak sanggup aku membelinya...
Aku tempa putra-putra Pandu dan Destrarasta agar dapat menguasai berbagai macam ilmu, khususnya ilmu keprajuritan...
Aku beri doktrin pada mereka, tentang banyak hal,
Salah satunya, apapun yang terjadi seorang murid harus patuh kepada gurunya...
Aku menolak siapapun untuk berguru kepadaku,
Jika ia bukan kerabat kerajaan...
Aku telah menolak keinginan besar dari seorang Karna, anak angkat kusir istana,
anak yang membara darahnya, ingin menjadi pemanah terhebat di dunia...
Sehingga ia terpaksa harus mencari guru lain,
Keinginanya yang kuat bercampur keputus-asaanya memaksa ia mengaku sebagai brahmana, agar diterima sebagai murid Resi Parasurama...
Kebohongan yang akhirnya diketehuinya...
Membuat apa yang ia upayakan sia-sia di akhir hayatnya...
Aku berdosa kepada Ekalaya, anak barbakat dengan kemauan tinggi dari bangsa pemburu,
kasta rendahan, yang membuat iri Arjuna, murid kesayanganku...
Kemampuan panahnya jauh melebihi Arjuna,
Padahal ia hanya berguru pada patung menyerupai aku yang dibuatnya, sambil mengintip latihan kami di Sokalima...
Aku terlanjur berjanji akan menjadikan Arjuna pemanah terhebat di tanah Kuru...
Lalu aku minta Ekalaya menyerahkan ibu jarinya,
Agar meredakan tangis murid kesayanganku...
Setelah waktu berlalu,
Saat yang aku tunggu telah tiba,
Aku rasa anak didikku telah mampu untuk sebuah misi besarku,
Aku perintahkan mereka,
Menangkap raja Pancala, Drupada, Sahabat kecilku,
Dengan tuduhan, telah tidak adil dan menyengsarakan rakyatnya...
Dendamku akhirnya terbayarkan,
Arjuna berhasil menangkap Drupada yang telah 'tak berdaya,
Aku menagih janjinya,
Dan meruntuhkan kesombongannya karena telah mengingkari persahabatan kami...
"Sekarang lihatlah, kini aku telah menaklukkanmu, hari ini aku telah sederajat denganmu,
Aku datang untuk menagih janjimu, dan memperbaiki persahabatan kita,
Kau akan tetap memerintah separuh dari kerajaanmu, lalu aku akan membawahi separuh dari kerajaanmu.... "
Meski telah kalah, Drupada 'tak sedikitpun berbaik hati kepadaku,
meminta maaf, apalagi mengakui pengingkaran tentang persahabatanya denganku...
Ia diam-diam berdoa kepada Dewa,
menjalani segala macam ritual agar memiliki anak laki-laki yang akan membalaskan dendamnya kepadaku,
karena aku telah mempermalukanya waktu itu.
Kelak anak itu bernama Drestayumna...
Dan seorang anak perempuan yang akan menikah dengan Arjuna - Drupadi,
dengan harapan, memiiliki sekutu untuk melawanku yang berada di pihak kurawa.
Sampai pada suatu hari Pandawa harus diusir dan menjalani hukuman, karena kalah bermain dadu dengan Kurawa...
Siapa lagi biang kelicikannya kalau bukan Sangkuni, Paman mereka, yang culas dan haus kekuasaan...
Ia menginginkan tahta Astinapura, yang sebenarnya Pandawa, Anak Pandu-lah, yang berhak mewarisinya kerajaan itu...
Sejujurnya aku lebih mencintai Pandawa dari pada Kurawa...
Tetapi aku 'tak berdaya jika harus memilih jalan yang menjauhkanku dari payuh teduh Istana Astinapura, dengan membela Pandawa...
Sampai perang saudara itu tiba,
Aku putuskan membela Astinapura
Mempertahankan Negeri yang telah menaungiku sampai hari ini...
Ini juga negeri yang baik untuk karir Anakku, Aswatama...
Penerusku..
Akhirnya kesempatanku tiba,
Setelah Bisma yang Agung gugur oleh Ksatria Wanita dari pihak Pandawa, Srikandi...
Aku pimpin pasukan Kurawa,
Menggempur pertahanan Pasukan Pandawa...
Kemenangan kami lebih mendominasi, hari itu...
Aku tau benar, kekuatan dari murid-muridku Pandawa,
Sekaligus kelemahan mereka...
Beberapa hari Pasukanku memimpin,
kemenangan terbayang di depan mata....
Tetapi 'tak ku sangka,
Krishna,
Menempuh cara kotor,
Ia membuat tipu daya,
demi kemenangan Pandawa
Ia tau kalau aku sangat menyayangi anakku, Aswatama...
Ia perintahkan Bima membunuh Gajah yang bernama Aswatama...
Lalu ia hasut Yudhistira yang aku kenal 'tak pernah berbohong seumur hidupnya,
Ketika aku bertanya, "Benarkah, Aswatama anakku telah mati?"
Yang aku dengar dari mulutnya adalah, "ya, benar. Aswatama telah mati..."
Lumpuh seluruh otot bebayuku,
Lalu untuk apa lagi aku bertempur,
jika Aswatama Anakku telah mati...
Aku buang senjataku,
Aku menyerah,
aku bersemedi di tengah peperangan, berharap mendapat panah atau tombak untuk menjemput ajalku...
Drestayumna, adalah takdir kematianku,
Ia pengal kepalaku, penuh amarah dendam dari Ayahandanya...
Mengenaslah kematianku...
Itulah kisahku,
"Aku habiskan hidupku, dengan ilmuku, kebijaksanaan hidup dan kesetiaanku, hanya untuk mengejar kebahagiaan duniawi yang aku sangka segalanya ... "